Jika ada awan, akankah ada pelangi?Bukankah
awan akan menutupi pelangi?
Aku sudah cukup umur untuk mengenal
cinta, bahkan bukan hanya mengenal, namun menyelami cerita cinta di dalamnya.
Kamu
pernah menulis tentang awan. Menurutmu awan melambangkan cita-cita tinggi, memberi
ketenangan dan kebebasan berpikir. Kamu juga suka menganalogikan diri sebagai
awan, katamu awan itu bisa memberikan
warna yang indah pada senja, agar kau tahu bahwa aku akan selalu ada meski kau
tak menyadarinya. Coba lihat, saat
kau memandang awan di langit, akan bahagia bukan? Jika saja langit tanpa awan,
hampa sekali rasanya. Aku hanya tersenyum membaca tulisanmu di dunia angin.
Sedangkan
aku suka pelangi. Pelangi itu istimewa, berasal dari satu spectrum cahaya putih,
kemudian dibiaskan menjadi berbagai macam spectrum warna. Pelangi itu tak
selamanya muncul setelah hujan. Ia akan muncul di saat yang tak terduga. Aku
harap, pelangi bisa menghiasi langit bersama dengan awan.
Memoriku
membuka kembali moment dua setengah tahun yang lalu. Saat kamu duduk di depanku
dan bercerita banyak tentang kampusmu. Mempromosikan almamatermu ketika aku
masih mengenakan seragam putih abu-abu. Aku diam saja mendengar ceritamu, meski
sesekali aku bertanya ditengah ceritamu.
Kini,
aku dan kamu merantau di kota yang sama dengan jarak hanya setengah jam
perjalanan dari kampusku. Meski begitu, aku hanya berani bertanya kabar lewat
dunia angin. Aku merasa itu sudah cukup, dan membuatku merasa lebih aman.
Lagipula siapa aku, siapa kamu. Aku dan kamu bukan siapa-siapa di mata Tuhan.
#Hilang
Namun
siapa menyangka, perasaan adalah fitrah Tuhan. dan mungkin perasaan ini hanya
perasaan kalang kabutku saja, hanya karena kekaguman-kekagumanku yang muncul
tanpa permisi terhadapmu. Hanya kagum, jikalau itu berlanjut, akan ku pastikan
rasa ini. Dan benar saja, saat kamu menghilang seperti asap yang dibiarkan di
udara, aku takut. Sungguh. Pikiran negatif membuatku kacau dan hobiku mejadi
bersuudzon terhadapmu. Lalu bagaimanapun, aku sekeras mungkin mencari kesibukkan
kampus yang begitu menguras pikiran dan tenaga. Agar konsentrasiku terhadapmu
dapat berkurang. Bukan, bukan karena aku ingin melupakan.
Maaf
bila aku masih mencuri-mencuri kabarmu di dunia angin. Aku rasa itu tidak
masalah. Kan, aku hanya sekedar ingin tahu. Apa kesibukanmu hari ini, apa kamu
baik-baik saja? Atau kamu sedang tidak sehat?, meskipun rindu tertahan diantara
bintang-bintang, meskipun jemar-jemari ingin menuliskan apa kabar? di duna angin. Tapi, tidak! dan jangan memulai dulu.
#Kembali
Jangan kembali, bila kau tak
bertanggung jawab atas kerja kerasku mengurangi konsentrasiku padamu
Kamu
kembali. Ya! Kamu kembali lagi dan tersenyum kepadaku saat konsentrasiku hanya
untuk kegiatan kampus. Aku suka namun sekaligus tidak suka, bagaimana tidak, saat
kau kembali, konsentrasiku padamu melesat tinggi sekali, mungkin hampir
mendekati kecepatan cahaya lajunya. Tak butuh satu sekon, mungkin satu mikro
sekon. Sedangkan, saat aku mencoba menurunkannya butuh beberapa tahun cahaya.
Kau, tega sekali membuat perasaanku yang bukan siapa-siapamu menjadi tak
menentu.
Yasudah besok mas ke tempatmu yaa..
Aku
diam saja, belum membalas tulisanmu di dunia angin.
Kamu tidak ada acara, kan? Bodoh
sekali aku, kenapa tadi aku harus menawarkan buku, padahal aku tahu kamu begitu
suka pada buku ini. Aku cemas.
==============
Aku
diam saja, aku tak bisa berkata-kata. Sekarang kamu ada di depanku, padahal
kamu hanya sering muncul di mimpiku, di khayalku, di dunia anginku, bukan di
nyataku. Mataku tak berani sepenuhnya menatapmu yang kini ada di depanku, di
depan meja makan di suatu rumah makan. Bagaimanapun, aku melihat caramu makan
nasi goreng, melihat caramu berbicara, melihat caramu tersenyum, melihat caramu
duduk, dan aku melihat kebiasaanmu, agenda-agendamu, rutinitasmu. Memang aku
akui, kamu sibuk sekali, iya kan? Dan yang terpenting aku melihat mimpi-mimpimu
lewat pemikiranmu yang kamu utarakan. Pertemuan kita memang singkat sekali.
Namun aku merasa kita telah mengenal lama sekali.
“Kenapa
mas harus les bahasa perancis?” tanyaku setelah kamu menerima telepon dari
salah seorang teman.“Mas mau kesana? Kapan?” tanyaku lagi.
“Lanjut
ini dek” jawabnya tersenyum seraya memakan nasi gorengnya. Aku
mengangguk-angguk mengerti.
“Semoga
mimpi-mimpi Mas yang digantungkan di atas awan dapat diraih” ucapku tersenyum.
“Amin..
Dan setelahnya akan muncul pelangi.” Jawabmu tersenyum.
“Semoga
awan dan pelangi bisa berdampingan menghiasi langit dalam satu waktu” ucapku.
“Kamu,
yakin?”, tanyamu memastikan. Aku mengangguk.
#Hilang
Bagai asap yang mengepul ke langit.
Bagai embun yang jatuh ke bumi.
Kita berada di bumi yang sama dalam
naungan langit yang sama. Setelah pertemuan itu kamu bercerita bahwa kamu
sering sekali hujan-hujanan, mungkin karena buku itu berjudul Hujan. Kamu berhujan-hujanan ketika membaca, berhujan-hujanan ketika kamu
meresapi makna dari setiap kalimatnya. Aku pun begitu.
Apa
kamu menyukai hujan?, sebab awan pun bisa menurunkan hujan. Iya, kan?. Setelah hujan, apa kamu tahu jika
pelangi sedang menuggumu? Namun kamu sepertinya hilang. Kemana perginya kamu
sebagai awan? Kenapa kamu pergi? Kenapa kamu hilang? Apa kamu tidak ingin bersama
pelangi menghiasi langit?. Entahlah.
Bila
yang bisa kulakukan hanyalah menanti, aku ingin memperbaiki diri dan menjaga diri.
Aku hanya bisa menyampaikan harapanku lewat angin yang berhembus di sepertiga
malam. Berharap kamu tidak berhenti meskipun aku tidak tahu. Bukankah kamu
pernah bilang bahwa kamu ingin menjadi awan di senja hari?. Aku harap, kamu juga
tidak pernah benar-benar hilang dan tidak pernah kembali. Mungkin aku merasa
kamu adalah orang yang baik yang bisa menularkan kebaikanmu kepadaku, orang
yang bisa membimbingku menuju kebaikan, mendekatkanku pada Tuhan lewat
pemikiranmu tentang bagaimana seharusnya perempuan sholehah yang menutupi
auratnya, bukan hanya itu, namun juga kebaikan akhlak.
Aku tahu ini bukan waktunya bersama, sebab Tuhan
membencinya. Karena aku dan kamu bukan siapa-siapa di hadapan Tuhan. Aku dan kamu
adalah sesosok makhluk yang sengaja di pertemukan oleh Tuhan. Agar aku tahu,
bahwa Dia-lah yang hanya bisa memberikan fitrah kepada makhuk yang Dia
kehendaki.
Aku
termenung, bila saja awan pergi dan hilang, saat pelangi menghiasi langit dan
memberikan kebahagiaan kepada bumi, mungkin bukan karena awan tak menyukai,
hanya saja itu belum waktunya. Belum waktunya memperlihatkan bahwa awan mendampingi
pelangi kepada langit dan bumi.
0 komentar:
Posting Komentar