“Na..
Dul.. Set..” .cekrek. lima tahun yang lalu menjadi moment termanis dalam
hidupku, sebelum akhirnya dia memutuskan hubungannya denganku.
“Eun
Ji-ya.. Saranghae. Gumaweo telah menjadi gadisku” katanya dengan tatapan yang
bersinar.
“Ne,
oppa” jawabku malu-malu. Mungkin di usia yang baru menginjak 17 tahun dan
bahkan di saat malam ulang tahunku, aku dan dia resmi berkencan.
“Hoyyy!!!” aku terlonjak, Kwang Soo
mengagetkanku seperti biasa.
“Ya! Kwang Soo!” teriakku seraya
memukul bahunya.
“Wae? Kenapa kau melamun di siang
bolong begini?” tanyanya.
“Siapa? Siapa? Tidak kok!” jawabku.
“Eun Ji-ya, antarkan aku ke gedung
Se Jong! Kajja!” ucapnya menarik lenganku yang menjadi gelagapan menyesuaikan
langkah kaki Kwang Soo yang lebar.
Wajahku mungkin terlihat mendadak
merah, entah merah karena apa, yang jelas tiba-tiba ruangan yang ber-AC ini
mendadak menjadi panas sekali. Kwang soo yang ada disampingku memperhatikanku
yang sedang melotot tak berkedip sama sekali. Dia bahkan mengayun-ayunkan
telapak tangannya di depan wajahku, setelah beberapa detik baru kusadari.
“Hei! Ada apa?” tanyanya.
“Ani!” jawabku langsung mengalihkan
pandangan yang membuatku merasa trenyuh, atau apalah itu namanya, pokoknya aku
seperti merasa dipaksa dimasukkan ke dalam air yang entah dingin entah panas.
“Ada yang salah dengan mereka?”
Tanya Kwang Soo lagi memastikan. Aku hanya menggeleng menahan air mata yang
sudah ada di ujung pelupuk mata. Tanpa pikir panjang aku lari dari kursi
penonton saat acara inti jumpa pers baru akan dimulai, Mungkin Kwang Soo bingung
melihat tingkahku yang janggal. Mianhae, Kwang Soo-ya, aku ingin sendiri.
Jebal, Jangan menggangku. Meski aku tau kau tak berniat mengganggu.
Aku menangis di dalam kamar mandi
yang sepi karena tak seorangpun berniat kesini demi untuk melihat namja dan
yeoja yang sedang dipenuhi dengan berbagai pertanyaan dan kamera sana sini. Beberapa
jam lagi sudah akan tersebar di SNS atau media social lainnya.
Tanpa ada komando dari otakku yang
sebenarnya sudah penuh sesak oleh kenangan masa lalu, sehingga aku mengeluarkan
foto dalam dompetku yang masih terpajang manis. Aku dan dia; sahabatku.
“Aku
putus.” Kataku tanpa ekspresi. Dia memelukku.
“Aku
tak tahu kenapa. Siapa yang kejam? ChanYeol oppa yang sudah tidak sayang lagi
padaku? Atau itu tuntutan SM ent?”
Dia
masih memelukku, dan aku merasakan bahwa sahabatku ikut sedih dengan berita
ini.
“Aku
nggak bisa. Aku ngga bisa. Dia udah janji. Dia mutusin aku tanpa ada alasan
jelas.” Ucapku seraya menangis di pelukan sahabatku ini.
Aku tersnyum getir, dibalik
pelukannya yang empati, aku… aku menumpahkan peluh tanpa ku komando, sesak
sekali dada ini.
“Soo Ra-ya.. Kalo Chanyeol oppa menjadi bintang
apa aku bisa jadi bintang pula?” tanyaku suatu saat yang dulu.
“Kamu
ingin menjadi seorang bintang Eun Ji-ya?”.
“Kurasa begitu”
“Hanya karena oppa mu yang nanti
akan bintang?” tanyanya.
Aku
terdiam. “Lalu bagaimana denganmu?” tanyaku.
“Ne?”
tanyanya meyakinkan pertanyaanku.
“Kurasa,
kamu bisa menjadi seperti Chan Oppa. Kamu pintar, bisa acting, nyanyi maupun
dance. Jauh daripada aku.”
Dia
tersenyum mendengar perkataanku “Tidak. aku tidak suka jadi bintang yang
dikenal banyak orang, apalagi di seluruh Korea. Semua itu sekedar hobi,Eun
Ji-ya”
“Tapi,
kamu sangat suka acting. Begitu pun Chan Oppa”
“Eun
Ji-ya, kalaupun nanti oppamu adalah lawan mainku. Aku tidak akan pernah mau menerima
tawaran itu”
DAN KATA-KATANYA MANIS SEKALI!
0 komentar:
Posting Komentar