Jumat, 25 Desember 2015

추억 #2



“Na.. Dul.. Set..” .cekrek. lima tahun yang lalu menjadi moment termanis dalam hidupku, sebelum akhirnya dia memutuskan hubungannya denganku.
“Eun Ji-ya.. Saranghae. Gumaweo telah menjadi gadisku” katanya dengan tatapan yang bersinar.
“Ne, oppa” jawabku malu-malu. Mungkin di usia yang baru menginjak 17 tahun dan bahkan di saat malam ulang tahunku, aku dan dia resmi berkencan.
“Hoyyy!!!” aku terlonjak, Kwang Soo mengagetkanku seperti biasa.
“Ya! Kwang Soo!” teriakku seraya memukul bahunya.
“Wae? Kenapa kau melamun di siang bolong begini?” tanyanya.
“Siapa? Siapa? Tidak kok!” jawabku.
“Eun Ji-ya, antarkan aku ke gedung Se Jong! Kajja!” ucapnya menarik lenganku yang menjadi gelagapan menyesuaikan langkah kaki Kwang Soo yang lebar.
Wajahku mungkin terlihat mendadak merah, entah merah karena apa, yang jelas tiba-tiba ruangan yang ber-AC ini mendadak menjadi panas sekali. Kwang soo yang ada disampingku memperhatikanku yang sedang melotot tak berkedip sama sekali. Dia bahkan mengayun-ayunkan telapak tangannya di depan wajahku, setelah beberapa detik baru kusadari.
“Hei! Ada apa?” tanyanya.
“Ani!” jawabku langsung mengalihkan pandangan yang membuatku merasa trenyuh, atau apalah itu namanya, pokoknya aku seperti merasa dipaksa dimasukkan ke dalam air yang entah dingin entah panas.
“Ada yang salah dengan mereka?” Tanya Kwang Soo lagi memastikan. Aku hanya menggeleng menahan air mata yang sudah ada di ujung pelupuk mata. Tanpa pikir panjang aku lari dari kursi penonton saat acara inti jumpa pers baru akan dimulai, Mungkin Kwang Soo bingung melihat tingkahku yang janggal. Mianhae, Kwang Soo-ya, aku ingin sendiri. Jebal, Jangan menggangku. Meski aku tau kau tak berniat mengganggu.
Aku menangis di dalam kamar mandi yang sepi karena tak seorangpun berniat kesini demi untuk melihat namja dan yeoja yang sedang dipenuhi dengan berbagai pertanyaan dan kamera sana sini. Beberapa jam lagi sudah akan tersebar di SNS atau media social lainnya.
Tanpa ada komando dari otakku yang sebenarnya sudah penuh sesak oleh kenangan masa lalu, sehingga aku mengeluarkan foto dalam dompetku yang masih terpajang manis. Aku dan dia; sahabatku.
“Aku putus.” Kataku tanpa ekspresi. Dia memelukku.
“Aku tak tahu kenapa. Siapa yang kejam? ChanYeol oppa yang sudah tidak sayang lagi padaku? Atau itu tuntutan SM ent?”
Dia masih memelukku, dan aku merasakan bahwa sahabatku ikut sedih dengan berita ini.
“Aku nggak bisa. Aku ngga bisa. Dia udah janji. Dia mutusin aku tanpa ada alasan jelas.” Ucapku seraya menangis di pelukan sahabatku ini.
Aku tersnyum getir, dibalik pelukannya yang empati, aku… aku menumpahkan peluh tanpa ku komando, sesak sekali dada ini.
 “Soo Ra-ya.. Kalo Chanyeol oppa menjadi bintang apa aku bisa jadi bintang pula?” tanyaku suatu saat yang dulu.
“Kamu ingin menjadi seorang bintang Eun Ji-ya?”.
            “Kurasa begitu”
            “Hanya karena oppa mu yang nanti akan bintang?” tanyanya.
Aku terdiam. “Lalu bagaimana denganmu?” tanyaku.
“Ne?” tanyanya meyakinkan pertanyaanku.
“Kurasa, kamu bisa menjadi seperti Chan Oppa. Kamu pintar, bisa acting, nyanyi maupun dance. Jauh daripada aku.”
Dia tersenyum mendengar perkataanku “Tidak. aku tidak suka jadi bintang yang dikenal banyak orang, apalagi di seluruh Korea. Semua itu sekedar hobi,Eun Ji-ya”
“Tapi, kamu sangat suka acting. Begitu pun Chan Oppa”
“Eun Ji-ya, kalaupun nanti oppamu adalah lawan mainku. Aku tidak akan pernah mau menerima tawaran itu”
DAN KATA-KATANYA MANIS SEKALI!
Aku mengusap air mata. Lalu kubuka pintu, Soo Ra sudah berdiri di hadapanku sekarang.

0 komentar:

Posting Komentar