Jumat, 18 Desember 2015

FILOSOFI HUJAN



Hujan,aku hanyalah rintik hujan. Maukah kau menjadi pelangi setelah hujan?
Senja ini, langit terasa sendu, aku menunggu sesuatu di balik tirai kamar. Apa yang akan terjadi nanti? Aku harap hujan segera turun. Bagaimana denganmu disana? Apa kamu pun menunggu?.
“Apa yang membuatmu begitu menyukai hujan?” Aku bertanya saat itu.“Aku tak terlalu menyukainya, Hujan mengganggu aktifitasku. Saat hujan turun, dimana-mana becek, pakaianku yang bersih menjadi kotor. Namun, apa yang membuat kamu menyukai hujan?”.
Kamu pun menjawab pertanyaanku, “Aku menyukai hujan, karena hujan membawa kesejukan. Menarik sekali kiranya ketika datangnya hujan kau berada di dalamnya. Hujan turun dengan bentuk tirai-tirai panjang. Tidakkah kau berpikir, kenapa ia tak jatuh seperti air terjun?” Kamu diam sejenak. “Setelah hujan reda pun, kita akan dikejutkan oleh sesuatu yang indah”.
 Lalu aku bertanya padamu, “Apa itu?”. Kemudian kamu menjawab “Pelangi. Pelangi adalah sesuatu yang indah setelah turunnya hujan”
Kalau begitu, aku ingin menjadi pelangi, kataku dalam hati.
Saat itu, kita menjadi semakin dekat. Kamu sering menanyai tentang kabarku. Bahkan  sering mengajakku ke toko buku. Walau sebenarnya,aku tak begitu menyukai buku. Tetapi di dekatmu aku tak bisa menolaknya.

Mendung
Kamu memberi sebuah kado pada hari ulangtahunku. “Semoga bermanfaat” begitu ucapmu. Aku tersenyum, karena kamu adalah orang pertama yang memberiku kado selain keluargaku. Kado darimu dibungkus kertas kado dengan motif pelangi. Cantik sekali.
“Terimakasih” ucapku tersenyum.
“Aku traktir makan ya?”. Kamu diam sejenak, kemudian mengangguk menyetujui tawaranku.
Kado yang kamu berikan, kumasukkan ke  dalam tas. Sore ini, aku makan denganmu untuk yang pertama kali di sebuah restoran dekat kampus. Aku menawarkan macam-macam apa yang tertulis di daftar menu makanan.
“Dek, Mas nasi goreng saja” katanya. Aku terkejut.
“Aku sudah ngajak Mas ke sini, tapi kok Mas pesannya nasi goreng dan air putih saja?” tanyaku heran. Kemudian kamu tersenyum. Katamu “Yang penting halal, bersih dan sehat, kan?”, aku hanya mengangguk kecil. Saat makan pun, kamu banyak diam, dan menundukkan kepala.
Lalu,senja ini kita berjalan di tengah kota.Kamu diam, begitu pun aku. Tiap langkahmu  mengajakku menuju rumahku. Kamu.. mengantarkan aku pulang. Kamu berjalan di sampingku, kamu begitu pandai menjaga, sehingga jika orang lain lihat pun mereka pasti akan berpikir bahwa kita baru saja berkenalan.
Ketika di tengah perjalanan kamu bertanya padaku,“Bagaimana bila hujan jatuh tiba-tiba?” kamu menanyakan sesuatu yang membuatku bingung. Aku hanya diam saja tak menjawab.
“Apa yang akan Nayla lakukan?” tanyanya lagi.
Sejenak aku terdiam, kemudian aku menjawab “Aku akan segera mencari tempat untuk berteduh” jawabku. Kemudian kamu menjawab, “Jika itu aku, aku akan mengajakmu hujan-hujanan”, langkahku terhenti. Bertanya-tanya, apa maksudnya?. Kamu berhenti pula, “Suatu saat kamu akan mengerti” ucapnya dan kembali berjalan. Aku bingung namun aku tersenyum, pikiranku menafsirkan berbagai kemungkinan.



Gerimis
Aku bergetar melihat reaksimu. Kamu seperti enggan melihatku. Apa ada yang salah dengan kata-kataku tadi? Sepertinya kamu merasa tersinggung, atau aku yang tak bisa menguasai diri?. Aku mencintaimu,  kalimat itu terlepas begitu saja dari mulutku. Lalu kamu meninggalkan aku setelah di depan rumahku tanpa sepatah kata pun. Gerimis datang, dan kamu pergi dengan gerimis-gerimis kecil itu. Maaf, kataku dalam hati. Aku telah melewati batasku.
Aku membuka kado darimu. Kamu… memberiku sebuah buku dan sebuah jilbab panjang.Kemudian aku berlari ke depan cermin. Jilbabku belum menutupi dada.

Hujan
Kau tahu? Saat ini aku berada dalam hujan. Menunggumu di tengah hujan. Kamu sudah bilang, kamu akan mengajakku hujan-hujanan. Tapi, kemana kamu? Apakah kamu menghindar? Atau kamu enggan lagi denganku?
Jangan, aku harap kamu jangan pergi, aku harap kamu jangan menghindar, hanya karena aku sudah melewati batasku bersikap. Jangan berhenti mengajariku tentang kesederhanaan, jangan berhenti mengajakku untuk berpakaian rapih, rapih sesuai dengan ketentuan-Nya. Dan jangan biarkan aku hujan-hujanan sendirian, ajaklah aku untuk sama-sama menikmati hujan.
Kemudian, rinai hujan semakin deras, namun kamu tak kunjung terlihat.

Reda
Sampai pada saat akhirnya reda, aku memandang di sekeliling. Ternyata kamu tidak datang atau sekedar untuk menampakkan diri. Tidakkah kau sebentar saja mendengarkan penjelasanku? Maafkan aku.
Lalu aku menyadari, bahwa aku memang tak pantas untukmu. Kamu yang begitu sederhana dan mengartikan cinta bukan dengan nafsu. Kamu yang tak pernah mengobral Cinta hanya dengan permainan kata. Kamu telah mengajariku bagaimana seharusnya aku menjadi wanita, wanita yang pandai menjaga diri dari batas-batas tertentu.
Mugkin untuk saat ini, sebaiknya kita tak bertemu. Berjalan sendiri-sendiri di jalan yang ingin kita tuju. Katamu dulu, cinta itu tak harus bersama, kamu bukan hidup untuk cinta,kan? Tapi, cinta yang akan mewarnai hidupmu.
Terimaksih mengajariku untuk mengerti mengartikan cinta. Namun, sejauh apa pun kamu pergi, kala kembali, ingatlah aku disini.

Pelangi
Kamu telah berjalan jauh, hingga mencapai awan yang kamu mimpikan. Katamu,”Aku tak pernah pergi jauh, aku pun melihatmu kala berada dalam pelukan hujan, dulu. Terimakasih telah mendengarkan aku. Terimakasih telah menantiku. Kamu.. maukahmenjadi pelangiku?”.



0 komentar:

Posting Komentar