Hujan,aku hanyalah rintik hujan.
Maukah kau menjadi pelangi setelah hujan?
Senja
ini,
langit terasa sendu, aku menunggu sesuatu di balik tirai kamar. Apa yang akan
terjadi nanti? Aku harap hujan segera turun. Bagaimana denganmu disana? Apa kamu
pun menunggu?.
“Apa
yang membuatmu begitu menyukai hujan?” Aku bertanya saat itu.“Aku tak terlalu
menyukainya, Hujan
mengganggu aktifitasku. Saat hujan
turun, dimana-mana
becek, pakaianku yang bersih menjadi kotor. Namun, apa yang membuat kamu menyukai
hujan?”.
Kamu
pun menjawab pertanyaanku, “Aku menyukai hujan, karena hujan membawa kesejukan. Menarik sekali kiranya ketika datangnya
hujan kau berada di dalamnya. Hujan turun dengan bentuk tirai-tirai panjang.
Tidakkah kau berpikir, kenapa ia tak jatuh seperti air terjun?” Kamu diam sejenak. “Setelah hujan reda pun, kita akan dikejutkan oleh sesuatu
yang indah”.
Lalu aku bertanya padamu, “Apa itu?”. Kemudian kamu menjawab “Pelangi. Pelangi
adalah sesuatu yang indah setelah turunnya hujan”
Kalau begitu, aku ingin menjadi
pelangi, kataku dalam hati.
Saat
itu, kita menjadi semakin dekat. Kamu
sering menanyai tentang kabarku. Bahkan sering
mengajakku ke toko buku.
Walau sebenarnya,aku
tak begitu menyukai buku.
Tetapi di dekatmu
aku tak bisa menolaknya.
Mendung
Kamu
memberi sebuah kado pada hari ulangtahunku. “Semoga bermanfaat” begitu ucapmu.
Aku tersenyum, karena kamu adalah orang pertama yang memberiku kado selain
keluargaku. Kado darimu dibungkus kertas kado dengan motif pelangi. Cantik
sekali.
“Terimakasih”
ucapku tersenyum.
“Aku
traktir makan ya?”. Kamu diam sejenak, kemudian mengangguk menyetujui
tawaranku.
Kado
yang kamu
berikan, kumasukkan ke dalam tas. Sore
ini, aku makan denganmu untuk yang pertama kali di sebuah restoran dekat
kampus. Aku menawarkan macam-macam apa yang tertulis di daftar menu makanan.
“Dek,
Mas nasi goreng saja” katanya. Aku
terkejut.
“Aku
sudah ngajak Mas ke sini, tapi kok Mas pesannya
nasi goreng dan air putih saja?” tanyaku heran. Kemudian kamu tersenyum. Katamu
“Yang penting halal, bersih dan sehat, kan?”, aku hanya mengangguk kecil. Saat makan
pun, kamu banyak diam, dan menundukkan kepala.
Lalu,senja
ini kita berjalan di tengah kota.Kamu diam, begitu pun aku. Tiap langkahmu mengajakku menuju rumahku. Kamu.. mengantarkan
aku pulang. Kamu berjalan di sampingku, kamu begitu pandai menjaga, sehingga jika orang lain lihat pun mereka pasti
akan berpikir bahwa kita baru saja berkenalan.
Ketika
di tengah perjalanan kamu bertanya padaku,“Bagaimana bila hujan jatuh tiba-tiba?”
kamu menanyakan sesuatu yang membuatku bingung. Aku hanya diam saja tak
menjawab.
“Apa
yang akan Nayla lakukan?” tanyanya lagi.
Sejenak
aku terdiam, kemudian aku menjawab “Aku akan segera mencari tempat untuk
berteduh” jawabku. Kemudian kamu menjawab, “Jika itu aku, aku akan mengajakmu
hujan-hujanan”, langkahku terhenti. Bertanya-tanya, apa maksudnya?. Kamu
berhenti pula, “Suatu saat kamu akan mengerti” ucapnya dan kembali berjalan.
Aku bingung namun aku tersenyum, pikiranku menafsirkan berbagai kemungkinan.
Gerimis
Aku
bergetar melihat reaksimu. Kamu seperti enggan melihatku. Apa ada yang salah
dengan kata-kataku tadi? Sepertinya kamu merasa tersinggung, atau aku yang tak
bisa menguasai diri?. Aku mencintaimu,
kalimat itu terlepas begitu saja dari
mulutku. Lalu kamu meninggalkan aku setelah di depan rumahku tanpa sepatah kata
pun. Gerimis datang, dan kamu pergi dengan gerimis-gerimis kecil itu. Maaf, kataku dalam hati. Aku telah melewati
batasku.
Aku
membuka kado darimu. Kamu… memberiku sebuah buku dan sebuah jilbab
panjang.Kemudian aku berlari ke depan cermin. Jilbabku belum menutupi dada.
Hujan
Kau
tahu? Saat ini aku berada dalam hujan. Menunggumu di tengah hujan. Kamu sudah
bilang, kamu akan mengajakku hujan-hujanan. Tapi, kemana kamu? Apakah kamu
menghindar? Atau kamu enggan lagi denganku?
Jangan,
aku harap kamu jangan pergi, aku harap kamu jangan menghindar, hanya karena aku
sudah melewati batasku bersikap. Jangan berhenti mengajariku tentang
kesederhanaan, jangan berhenti mengajakku untuk berpakaian rapih, rapih sesuai
dengan ketentuan-Nya. Dan jangan biarkan aku hujan-hujanan sendirian, ajaklah
aku untuk sama-sama menikmati hujan.
Kemudian,
rinai hujan semakin deras, namun kamu tak kunjung terlihat.
Reda
Sampai
pada saat akhirnya reda, aku memandang di sekeliling. Ternyata kamu tidak datang
atau sekedar untuk menampakkan diri. Tidakkah kau sebentar saja mendengarkan
penjelasanku? Maafkan aku.
Lalu
aku menyadari, bahwa aku memang tak pantas untukmu. Kamu yang begitu sederhana
dan mengartikan cinta bukan dengan nafsu. Kamu yang tak pernah mengobral Cinta
hanya dengan permainan kata. Kamu telah mengajariku bagaimana seharusnya aku
menjadi wanita, wanita yang pandai menjaga diri dari batas-batas tertentu.
Mugkin
untuk saat ini, sebaiknya kita tak bertemu. Berjalan sendiri-sendiri di jalan
yang ingin kita tuju. Katamu dulu, cinta
itu tak harus bersama, kamu bukan hidup untuk cinta,kan? Tapi, cinta yang akan
mewarnai hidupmu.
Terimaksih
mengajariku untuk mengerti mengartikan cinta. Namun, sejauh apa pun kamu pergi,
kala kembali, ingatlah aku disini.
Pelangi
Kamu
telah berjalan jauh, hingga mencapai awan yang kamu mimpikan. Katamu,”Aku tak pernah
pergi jauh, aku pun melihatmu kala berada dalam pelukan hujan, dulu.
Terimakasih telah mendengarkan aku. Terimakasih telah menantiku. Kamu.. maukahmenjadi
pelangiku?”.
0 komentar:
Posting Komentar