Jumat, 18 Desember 2015

AWAN PELANGI



Jika ada awan, akankah ada pelangi?Bukankah awan akan menutupi pelangi?
Aku sudah cukup umur untuk mengenal cinta, bahkan bukan hanya mengenal, namun menyelami cerita cinta di dalamnya.
Kamu pernah menulis tentang awan. Menurutmu awan melambangkan cita-cita tinggi, memberi ketenangan dan kebebasan berpikir. Kamu juga suka menganalogikan diri sebagai awan, katamu awan itu bisa memberikan warna yang indah pada senja, agar kau tahu bahwa aku akan selalu ada meski kau tak menyadarinya. Coba lihat, saat kau memandang awan di langit, akan bahagia bukan? Jika saja langit tanpa awan, hampa sekali rasanya. Aku hanya tersenyum membaca tulisanmu di dunia angin.
Sedangkan aku suka pelangi. Pelangi itu istimewa, berasal dari satu spectrum cahaya putih, kemudian dibiaskan menjadi berbagai macam spectrum warna. Pelangi itu tak selamanya muncul setelah hujan. Ia akan muncul di saat yang tak terduga. Aku harap, pelangi bisa menghiasi langit bersama dengan awan.
Memoriku membuka kembali moment dua setengah tahun yang lalu. Saat kamu duduk di depanku dan bercerita banyak tentang kampusmu. Mempromosikan almamatermu ketika aku masih mengenakan seragam putih abu-abu. Aku diam saja mendengar ceritamu, meski sesekali aku bertanya ditengah ceritamu.
Kini, aku dan kamu merantau di kota yang sama dengan jarak hanya setengah jam perjalanan dari kampusku. Meski begitu, aku hanya berani bertanya kabar lewat dunia angin. Aku merasa itu sudah cukup, dan membuatku merasa lebih aman. Lagipula siapa aku, siapa kamu. Aku dan kamu bukan siapa-siapa di mata Tuhan.
#Hilang
Namun siapa menyangka, perasaan adalah fitrah Tuhan. dan mungkin perasaan ini hanya perasaan kalang kabutku saja, hanya karena kekaguman-kekagumanku yang muncul tanpa permisi terhadapmu. Hanya kagum, jikalau itu berlanjut, akan ku pastikan rasa ini. Dan benar saja, saat kamu menghilang seperti asap yang dibiarkan di udara, aku takut. Sungguh. Pikiran negatif membuatku kacau dan hobiku mejadi bersuudzon terhadapmu. Lalu bagaimanapun, aku sekeras mungkin mencari kesibukkan kampus yang begitu menguras pikiran dan tenaga. Agar konsentrasiku terhadapmu dapat berkurang. Bukan, bukan karena aku ingin melupakan.
Maaf bila aku masih mencuri-mencuri kabarmu di dunia angin. Aku rasa itu tidak masalah. Kan, aku hanya sekedar ingin tahu. Apa kesibukanmu hari ini, apa kamu baik-baik saja? Atau kamu sedang tidak sehat?, meskipun rindu tertahan diantara bintang-bintang, meskipun jemar-jemari ingin menuliskan apa kabar? di duna angin. Tapi, tidak! dan jangan memulai dulu.
#Kembali
Jangan kembali, bila kau tak bertanggung jawab atas kerja kerasku mengurangi konsentrasiku padamu
Kamu kembali. Ya! Kamu kembali lagi dan tersenyum kepadaku saat konsentrasiku hanya untuk kegiatan kampus. Aku suka namun sekaligus tidak suka, bagaimana tidak, saat kau kembali, konsentrasiku padamu melesat tinggi sekali, mungkin hampir mendekati kecepatan cahaya lajunya. Tak butuh satu sekon, mungkin satu mikro sekon. Sedangkan, saat aku mencoba menurunkannya butuh beberapa tahun cahaya. Kau, tega sekali membuat perasaanku yang bukan siapa-siapamu menjadi tak menentu.
Yasudah besok mas ke tempatmu yaa..
Aku diam saja, belum membalas tulisanmu di dunia angin.
Kamu tidak ada acara, kan? Bodoh sekali aku, kenapa tadi aku harus menawarkan buku, padahal aku tahu kamu begitu suka pada buku ini. Aku cemas.
==============
Aku diam saja, aku tak bisa berkata-kata. Sekarang kamu ada di depanku, padahal kamu hanya sering muncul di mimpiku, di khayalku, di dunia anginku, bukan di nyataku. Mataku tak berani sepenuhnya menatapmu yang kini ada di depanku, di depan meja makan di suatu rumah makan. Bagaimanapun, aku melihat caramu makan nasi goreng, melihat caramu berbicara, melihat caramu tersenyum, melihat caramu duduk, dan aku melihat kebiasaanmu, agenda-agendamu, rutinitasmu. Memang aku akui, kamu sibuk sekali, iya kan? Dan yang terpenting aku melihat mimpi-mimpimu lewat pemikiranmu yang kamu utarakan. Pertemuan kita memang singkat sekali. Namun aku merasa kita telah mengenal lama sekali.
“Kenapa mas harus les bahasa perancis?” tanyaku setelah kamu menerima telepon dari salah seorang teman.“Mas mau kesana? Kapan?”  tanyaku lagi.
“Lanjut ini dek” jawabnya tersenyum seraya memakan nasi gorengnya. Aku mengangguk-angguk mengerti.
“Semoga mimpi-mimpi Mas yang digantungkan di atas awan dapat diraih” ucapku tersenyum.
“Amin.. Dan setelahnya akan muncul pelangi.” Jawabmu tersenyum.
“Semoga awan dan pelangi bisa berdampingan menghiasi langit dalam satu waktu” ucapku.
“Kamu, yakin?”, tanyamu memastikan. Aku mengangguk.
#Hilang
Bagai asap yang mengepul ke langit. Bagai embun yang jatuh ke bumi.
            Kita berada di bumi yang sama dalam naungan langit yang sama. Setelah pertemuan itu kamu bercerita bahwa kamu sering sekali hujan-hujanan, mungkin karena buku itu berjudul Hujan. Kamu berhujan-hujanan  ketika membaca, berhujan-hujanan ketika kamu meresapi makna dari setiap kalimatnya. Aku pun begitu.
Apa kamu menyukai hujan?, sebab awan pun bisa menurunkan hujan. Iya, kan?. Setelah hujan, apa kamu tahu jika pelangi sedang menuggumu? Namun kamu sepertinya hilang. Kemana perginya kamu sebagai awan? Kenapa kamu pergi? Kenapa kamu hilang? Apa kamu tidak ingin bersama pelangi menghiasi langit?. Entahlah.
Bila yang bisa kulakukan hanyalah menanti, aku ingin memperbaiki diri dan menjaga diri. Aku hanya bisa menyampaikan harapanku lewat angin yang berhembus di sepertiga malam. Berharap kamu tidak berhenti meskipun aku tidak tahu. Bukankah kamu pernah bilang bahwa kamu ingin menjadi awan di senja hari?. Aku harap, kamu juga tidak pernah benar-benar hilang dan tidak pernah kembali. Mungkin aku merasa kamu adalah orang yang baik yang bisa menularkan kebaikanmu kepadaku, orang yang bisa membimbingku menuju kebaikan, mendekatkanku pada Tuhan lewat pemikiranmu tentang bagaimana seharusnya perempuan sholehah yang menutupi auratnya, bukan hanya itu, namun juga kebaikan akhlak.
 Aku tahu ini bukan waktunya bersama, sebab Tuhan membencinya. Karena aku dan kamu bukan siapa-siapa di hadapan Tuhan. Aku dan kamu adalah sesosok makhluk yang sengaja di pertemukan oleh Tuhan. Agar aku tahu, bahwa Dia-lah yang hanya bisa memberikan fitrah kepada makhuk yang Dia kehendaki.
Aku termenung, bila saja awan pergi dan hilang, saat pelangi menghiasi langit dan memberikan kebahagiaan kepada bumi, mungkin bukan karena awan tak menyukai, hanya saja itu belum waktunya. Belum waktunya memperlihatkan bahwa awan mendampingi pelangi kepada langit dan bumi.

0 komentar:

Posting Komentar